Lingkaran Cahaya di Tepian Tigris

Peta Kota Baghdad. Sumber gambar: Wikimedia
Di Baghdad, sungai pengetahuan mengalir deras, bercabang di setiap sudut kota yang megah, seolah mengalirkan cahaya dari langit ke bumi. Didirikan di bawah kibaran bendera Abbasiyah, pada tahun-tahun penuh harapan di tahun 762 M, kota ini bukan hanya pusat kekuasaan, tetapi juga jantung yang berdetak untuk ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.

Di sini, di bawah kubah-kubah emas yang megah, para cendekiawan berkumpul seperti bintang-bintang di langit malam, berbicara dalam bahasa Yunani dan Arab dengan lidah yang tajam dan pikiran yang tajam pula. Mereka menerjemahkan, mengurai misteri kata-kata kuno dari tanah Yunani dan membungkusnya dalam keindahan bahasa Arab, sehingga setiap kata yang dituliskan menjadi cahaya yang menembus gelapnya kata bahlul.

Baghdad—dua lingkaran besar di tepi Tigris, melingkar seperti pelukan yang menghangatkan hati para pencari ilmu. Di sinilah, di antara pasar-pasar yang ramai dan masjid-masjid yang megah, terdengar suara-suara penuh makna; suara yang mencari, menggali, dan memurnikan esensi pengetahuan. Jalan-jalan lebarnya tak hanya membawa manusia dari satu ujung ke ujung yang lain, tetapi juga membawa pemikiran dari satu era ke era berikutnya, memastikan bahwa pengetahuan tak pernah mati, hanya berkembang, tumbuh, dan menyebar.

Di tengah kota, berdirilah Baitul Hikmah, yang menjadi tempat pertemuan para pemikir, sebuah taman yang tak hanya menumbuhkan pohon dan bunga, tetapi juga menumbuhkan ide dan wawasan. Di sini, umat Muslim, Kristen, dan Yahudi bekerja berdampingan, dengan damai, seperti benang-benang yang saling terkait dalam permadani pengetahuan yang indah dan kokoh. Mereka tahu bahwa dalam mengejar pengetahuan, tak ada batas, tak ada sekat; yang ada hanya hasrat yang membara, untuk memahami, untuk belajar, untuk mencipta.

Masa itu, Zaman Keemasan Islam, masa ketika ilmu pengetahuan bukan hanya dihormati, tetapi juga diabadikan, dalam setiap buku yang tercetak, dalam setiap kata yang terucap. Ketika cahaya dari ilmu medis, filsafat, matematika, dan sains tak hanya menerangi Baghdad, tetapi juga seluruh dunia, membawa kemajuan yang tak terhitung, dan menjadi landasan bagi masa depan yang cerah.

Di setiap sudut kota, dari istana khalifah hingga pabrik-pabrik kertas, dari majelis-majelis ilmiah hingga pasar yang ramai, Baghdad adalah simfoni ilmu, sebuah orkestra yang dimainkan oleh para pemikir dari segala penjuru dunia, yang bersama-sama menciptakan harmoni yang akan terus bergema, hingga akhir zaman.

Baghdad—bukan hanya sebuah kota, tetapi sebuah simbol, lambang kebesaran yang diciptakan oleh tangan-tangan yang mencintai pengetahuan, oleh jiwa-jiwa yang mengejar cahaya di tengah kegelapan, oleh hati yang penuh cinta kepada ilmu, kepada kebijaksanaan, kepada kemanusiaan.


"Teuku Imansyah, Puisi ini ditulis berdasarkan artikel berjudul 'The Golden Age of Islam' dari Khan Academy."

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Huzaemah: Cahaya Timur yang Meniti di Ujung Waktu

Dari Dapur ke Dunia

Lembah Napu dalam Gema Legenda