Dari Dapur ke Dunia
![]() |
sumber foto: akun fb Hj.Mas'amah Mufti yang hasil generate AI |
Hj. Mas’amah Mufti adalah salah satu dari matahari-matahari itu, seorang perempuan yang tidak sekadar bercahaya di langit Sulawesi Tengah, tapi juga menghangatkan jiwa-jiwa yang haus akan pengetahuan dan seni. Lahir di Cirebon, namun memilih Bumi Tadulako sebagai tempat berlabuh, ia bagaikan angin yang membawa kesejukan di padang gersang. Sebagai sastrawan dan pendidik, ia mendirikan Sanggar Seni Loro, Bengkel Seni Suara Alam, dan Sanggar Seni Gimba, menumbuhkan bakat-bakat muda yang dulu mungkin tersembunyi di balik bayang-bayang keraguan.
Ia hidup seperti angin yang bebas, mengelus lembut pepohonan tetapi mampu mengguncang gunung ketika diperlukan. Seperti pohon beringin yang akarnya menghunjam kuat ke tanah, Mas’amah berdiri tegap, menopang harapan dan kehidupan melalui karya-karyanya yang sarat makna.
Dalam dapur, sumur, dan kasur, perempuan pernah terkunci, tapi sekarang mereka menari di atas panggung dunia, memainkan simfoni dari mimpi-mimpi yang dulu hanya dianggap angan-angan. Mas’amah, dengan semangat yang tidak pernah pudar, menulis buku demi buku, seperti air yang mengalir, mengukir sungai-sungai baru di tengah padang pasir. Karya-karyanya, mulai dari Doa Dari Khatulistiwa hingga Dari Eiffel ke Castel Sant'Angelo, adalah refleksi dari perjalanan panjang seorang perempuan yang tidak pernah mengenal lelah.
Kartini, seperti bintang yang menggantung di langit malam, menjadi panduan, memecah keheningan dengan cahaya harapan. Dua kata—"Aku mau!"—menjadi mantra, membawa mereka melintasi gunung-gunung kesulitan, meraih puncak-puncak kemenangan. Mas’amah adalah salah satu penerus semangat itu, penerima Satyalencana Karya Satya yang mendedikasikan hidupnya selama 40 tahun untuk pendidikan dan sastra.
Dan kini, seperti pelangi setelah badai, perempuan-perempuan ini bersinar dengan warna-warna keberanian dan kebijaksanaan. Hj. Mas’amah Mufti, dengan kepeduliannya di ranah sosial dan kesehatan, serta kontribusinya yang tidak ternilai di dunia sastra, telah menjadi bagian dari pelangi itu, membuktikan bahwa perempuan tidak hanya ada, tapi juga mengubah dunia. Seperti burung-burung yang terbang tinggi, mereka menolak untuk kembali ke sarang yang sempit, memilih langit luas sebagai rumahnya.
Mereka adalah suara di tengah hamparan salju, cahaya di langit aurora. Tidak ada lagi keraguan; mereka adalah kekuatan yang tidak bisa diabaikan, seperti ombak yang tidak pernah berhenti memecah pantai, selalu kembali dengan kekuatan yang lebih besar.
"Teuku Imansyah, puisi prosa ditulis berdasarkan biografi Hj. Mas'amah Mufti dan Tutura.id"
Komentar
Posting Komentar