Bertemu Kembali Pada Ufuk Yang Sama
Di bawah langit yang dulu menjadi kanvas impian kita, aku biarkan angin mencabut duri-duri luka yang bersemayam di relung sunyi, berharap kata-kata yang terselip bisa terbang menjauh, menyusuri senja yang kini tak lagi hangat dengan warna jingga.
Dulu kita menenun mimpi dalam bahasa yang hanya kita mengerti, dan meski ruang dan waktu kini menjadi penghalang, hangatnya masih kurasa. Ada sesuatu yang terus berdenyut di setiap detik terpisah, seperti bunga yang menolak layu, menunggu musim yang enggan datang.
Kamu adalah matahariku di ufuk timur—pelabuhan di mana gelap mulai berwarna. Saat pagi perlahan menyulam langit yang kusam, aku tahu kamu selalu ada, menyambut hari dengan senyum yang tak tersentuh waktu, mengusir malam yang perlahan hilang. Mungkin langkah kita telah berpisah, tapi benang takdir terus menenun pertemuan kita, di tempat di mana mentari terbit bagi kita yang pernah terlupakan.
Biarkan waktu mengalir, membawa segala yang ada dan yang belum terjadi, tapi dalam setiap putarannya, aku tahu kita akan bertemu lagi di ufuk timur yang sama. Di sana, aku akan selalu pulang, meniti kesabaran di antara batas malam dan pagi, di antara mimpi dan kenyataan, di tepi harap yang terus mengucapkan namamu.
Komentar
Posting Komentar